TAPANULI SELATAN, HARIAN TABAGSEL.com-Konsorsium Peneliti Harimau Sumatera (Fanthera Tigris Sumatrae) mengecam adanya illegal loging dan pembalakan liar yang terjadi di kawasan hutan di Landschap Hutan lindung Angkola yang dapat mengancam kepunahan habitat harimau sumatera.
Perlu diketahui bersama dimana habitat harimau sumatera di hutan Angkola mempunyai grinds yang dikenal di kehutanan di N08W19 dan beberapa sub grinds.
Forester Indonesia selaku NGO yang berfialiasi dengan Kementerian lLingkungan Hidup dan kehutanan yang sudah melakukan penelitian lebih dari 13 tahun untuk melakukan pemantauan satwa dilindungi di sejumlah wilayah hutan di Tabagsel meminta pihak kepolisian segera melakukan operasi penindakan.
“Untuk mencegah kerusakan hutan yang lebih parah dan kepunahan Harimau Sumatera, operasi penindakan pemberantasan pembalakan liar yang dilakukan jajaran Polda Sumatera Utara, agar dilaksanakan lebih gencar lagi. Kita tidak mau terjadi lagi adanya konflik antara harimau dengan manusia, sebab adanya ratusan hektare hutan saat ini sudah beralih fungsi jadi lahan perkebunan di kawasan Mosa Desa Gunung Baringin, Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi salah bukti habitat harimau sumatera terganggu,” kata Direktur Forester Indonesia Riski Sumanda S.Sos, M.Si, Selasa (28/3).
Dia menjelaskan, Harimau Sumatera tinggal beberapa puluh ekor lagi. Jika hutan sebagai habitatnya terus dirusak oleh penebang pohon secara ilegal (illegal logging), itu akan mengancam keberadaan harimau dan satwa lainnya.
Menurutnya, rasio keterbatasan penjaga hutan dan luasnya hutan tidak seimbang, sehingga menjadi penyebab kurangnya pengontrolan untuk aksi pembalakan liar.
Penebangan hutan secara ilegal di wilayah Tapanuli Selatan dan sekitarnya berdampak terhadap kelestarian harimau sumatera.
Harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) merupakan satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
Untuk melindunginya dari ancaman kepunahan, selain menghentikan pembalakan liar, pihaknya mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian dengan cara tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi itu dalam keadaan hidup atau mati.
Kemudian tidak memasang jerat, racun, pagar listrik tegangan tinggi yang dapat menyebabkan kematian harimau Sumatera dan satwa liar dilindungi lainnya.
Untuk itu Riski Sumanda mengajak semua pihak untuk terus menjalin kerja sama dengan instansi terkait seperti kepolisian, TNI dan masyarakat bersama-sama melawan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.
Sebelumnya awal tahun 2023, harimau sumatera kembali muncul di Dusun Aek Jahengna, Desa Biru, Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Tapanuli Selatan. Warga melaporkan adanya penampakan binatang buas ini yang terlihat melintas di kebun warga pada Minggu, 8 Januari 2023. Laporan warga ini kemudian direspons dengan cepat oleh petugas BBKSDA Sumatera Utara melalui Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok. (SMS)