TAPANULI SELATAN, HARIAN TABAGSEL.com– Perhelatan Perkemahan Bakti Satuan Karya Bhayangkara (Pertikara) dan Raimuna Cabang Pramuka Penegak di Lapangan Sarasi Kelurahan Simarpinggan, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) sudah usai pada Minggu 3 September 2023 yang lalu.

Kegiatan ini masih menyisakan cerita yang layak di pertimbangkan atau di perhatikan Kepala Sekolah selaku majelis pembimbing di Gudep atau sekolah masing masing. Acara Pertikara Saka Bhayangkara tersebut di ikuti 24 Gudep atau sekolah di mana telah terpasang sekitar 50 unit tenda, baik itu untuk peserta, panitia dan tenda medis.

Dari jajaran tenda peserta yang terpasang, terdapat 4 tenda di barisan depan yang mengundang perhatian dan rasa ingin tahu, itu tenda sekolah mana. Setelah di cari tahu dan di tanya kepada adek-adek yang menempati tenda tersebut, mereka peserta dari 3 sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tapanuli Selatan yakni MAN Sipange Kecamatan Sayur Matinggi, MAN Bunga Bondar Kecamatan Sipirok dan MAN Kecamatan Saipar Dolok Hole.

Tenda kemah yang di pakai 3 sekolah tersebut jadi menarik perhatian karena sekilas coraknya sama dan bahannya sama, yang berbeda adalah keusangannya. Tenda tersebut dari bahan plastic dengan garis liris (seperti dalam gambar), berbeda dengan tenda yang di pakai peserta lainnya.

Bahan tenda tersebut banyak di jumpai di berbagai tempat umumnya di pedesaan. Di daerah Tapsel, bahan tenda tersebut lazim di sebut “Apparan atau Amparan” yaitu tikar plastik untuk penjemuran padi.

Jadi tenda kemah yang di pakai anggota pramuka dari 3 sekolah Madrasah Aliyah Negeri itu saat di tanya ke penghuninya mengatakan tenda apparan. Meski tenda tersebut kondisinya tidak tahan air, mereka tetap semangat. Jika melihat tenda peserta lain yang jauh lebih layak untuk perkemahan, karena memiliki jiwa Dasa Darma Pramuka.

Dari obrolan dengan peserta serta Pembina atau pendamping, di ketahui bahwa biaya untuk ikut perkemahan tersebut di tanggung atau di biayai anak-anak tersebut. Mereka (identitas tidak di sebutkan) mengatakan bahwa keperluan makan, transportasi serta beberapa peralatan pendukung lainnya di sediakan dan biaya sendiri, kecuali tenda kemah.

“Biayanya kita hitung dan di talangi bersama Kak, peralatan lain juga dari rumah kita” sebut adik itu dengan polos.

Saat di tanya apakah di sekolah mereka membayar Uang komite atau SPP, mereka menjawab, membayar Rp.50.000 setiap bulannya.

Kemudian terkait rela membayar atau biaya pribadi, masing-masing punya alasan diantaranya belum pernah ikut perkemahan besar, ada yang menyebut bahwa ini perkemahan terakhir baginya karena tahun depan belum tentu ada atau belum tentu bisa ikut, ada juga yang bilang kalau pramuka tanpa pernah berkemah itu tidak lengkap.

“Biarlah pake tenda apparan, yang penting kita bisa tidur, semoga tidak hujan lagi biar tidak numpang ke tenda sebelah” sebut adik marga Siregar dengan semangat.

Perbincangan dengan peserta dari 3 sekolah ini saat melakukan liputan kegiatan Pertikara, menimbulkan ragam pertanyaan diantaranya, apakah kepala sekolah tidak memiliki rasa peduli terhadap kegiatan Eskul siswa atau merasa perkemahan itu tidak penting.

Tapi bila membandingkan atau evaluasi dengan sekolah lain setiap sekolah sudah memiliki dana BOS dan Pramuka ini di atur dalam undang-undang serta diperkuat melalui permendikbud.

Hal lain, untuk kegiatan pramuka tidak dibedakan apakah itu sekolah yang dibawah Kemendikbud atau Kemenag. Konon lagi sekolah Negeri tersebut masih menerima uang SPP atau uang komite. Hasil liputan ini mestinya menjadi bahan evaluasi bagi komite sekolah dan instansi terkait, atas kebijakan sekolah. (Anas)