MANDAILING NATAL, HARIAN TABAGSEL.com– Adanya seorang balita berusia 10 bulan meninggal dunia karena diduga mengalami gizi buruk beberapa hari lalu, membuat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Kabupaten Mandailing Natal (Madina) berunjuk rasa ke kantor Bupati Madina, Rabu (11/10) pagi.

Puluhan mahasiswa itu ingin meminta penjelasan terkait penggunaan alokasi anggaran dana stunting yang dinilai cukup besar, tapi mengapa masih juga memakan korban jiwa.

“Anggaran stunting kan cukup besar tapi kenapa masih juga memakan korban jiwa? Mirisnya lagi kejadian ini terjadi di Kecamatan Panyabungan,” kata Khoirul Amri Rambe yang merupakan penanggung jawab aksi ketika menyampaikan orasi.

Amri yang juga menjabat Presiden Mahasiswa STAIN Madina ini juga mengaku prihatin dengan kasus tersebut. Ia pun lantas mempertanyakan dimana peran dan tanggung jawab yang telah dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi penurunan stunting dan perbaikan gizi secara komprehensif.

“Kami belum menemukan secara terbuka apa yang dilakukan pemerintah daerah untuk upaya menurunkan stunting dan perbaikan gizi. Kami khawatir masih banyak anak-anak di luaran sana yang masih mengalami hal demikian. Untuk itu kami minta bupati atau wakil bupati selaku ketua stunting atau siapapun pejabatnya mau berdialog dengan kami disini,” katanya.

Amri pun mengaku pihaknya dari mahasiswa memiliki program dan solusi yang akan diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan stunting dan gizi buruk.

“Mana pak bupati atau wakil bupati sebagai orang yang paling mengerti untuk menjelaskan terkait penanganan gizi buruk ini. Atau siapapun lah itu pejabatnya, kemari lah kami ingin berdebat. Tapi kami tak ingin sekadar cuma menangapi saja, kami ingin berdebat dan seterusnya menyampaikan solusi mengatasi persoalan ini,” pungkasnya.

Sekda Madina Alamulhaq Daulay awalnya tampak sudah menemui massa untuk mencoba menanggapi. Tapi karena para mahasiswa itu menginginkan berdebat soal tuntutan yang disampaikan, Alamulhaq pun mengurungkan niatnya.

Dan, hingga 3 jam para mahasiswa melakukan orasi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan di kantor bupati itu, tak ada satu pun pejabat yang menanggapi. Massa pun kemudian membubarkan diri.

“Hari ini terbukti tak ada satupun yang berani berdialog dengan kami. Kami akan datang lagi dengan jumlah massa yang lebih banyak,” pungkas Amri saat diwawancarai wartawan. (Rul)