MANDAILING NATAL, HARIAN TABAGSEL.com– Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Dr. Ir. Ongku Parmonangan Hasibuan, MM atau akrab disapa OPH menyampaikan aspirasi dan permasalahan utama di Daerah Pemilihannya (Dapil) Sumatera Utara II, terkait mafia tanah dan penggunaan HGU yang tidak sesuai ketentuan.

Menurutnya, hal ini sampai membuat masyarakat di Dapilnya tertindas hingga diusir dari lahan milik mereka sendiri.

“Sekembali dari reses, kami menemukan di daerah kami banyak sekali persoalan-persoalan mafia tanah dan HGU yang berlebih-lebih dan ini menjadi topik utama yang dikemukakan masyarakat kepada kami. Di mana banyak sekali masyarakat yang tertindas dan diusir dari lahan-lahan mereka,” jelas Ongku.

Diketahui, Dapil Sumatera Utara II meliputi 16 Kabupaten dan 3 Kota yakni Humbang Hasundutan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Mandailing Natal, Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba dan Samosir, Kota Gunungsitoli, Kota Padangsidimpuan dan Kota Sibolga.

Menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat ini permasalahan pertanahan sudah berlangsung bertahun-tahun tahun dan belum ada tindak lanjut yang nyata bagi masyarakat setempat.

“Oleh karena itu, masalah HGU ini atau mafia tanah ini menjadi perhatian khusus DPR RI untuk ditindaklanjuti. Karena bagi kami masyarakat di daerah itu semakin tersudut dengan penguasaan lahan yang berlebihan, bahkan melebihi HGU yang dimiliki oleh para korporasi tersebut,” pintanya.

Itulah diantara sebagian perjuangan Bupati Tapanuli Selatan periode 2005-2010 ini di DPR RI sebagai kapasitasnya menjadi perwakilan rakyat dari Sumut II di DPR RI dalam memperjuangkan persoalan lahan dan mafia tanah yang terjadi.

Apalagi peraih penghargaan Satya Lencana Pembangunan serta Penghargaan Upakarti dari Presiden RI ke-6, Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2009 lalu ini duduk di Komisi II DPR RI yang merupakan mitra kerja Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang berkaitan dengan pertanahan.

Perjuangan OPH yang kembali mencalonkan dirinya kembali menjadi anggota DPR RI dari Partai Demokrat dengan nomor urut 2 dari Dapil Sumut II ini mendapatkan hasil yang baik dimana pimpinan DPR RI telah membuat Panitia Kerja (Panja) di Komisi II yakni tentang Sub Panja Mafia Pertanahan.

Ia pun menyatakan atas dasar itulah, Ongku terus terpacu untuk menyelesaikan masalah tanah yang sampai saat ini bukan berkurang, malah bertambah.

“Kita juga sudah membentuk panja agar bisa meminimalisir kasus tanah yang ada,” katanya.

Dikatakannya, pihaknya juga merasa miris, dari seluruh tanah di Indonesia cuma 2 persen yang dimiliki warga jikalau dibuat persentasenya 100 persen.

“Lebihnya itu, dimiliki sama perusahaan raksasa,” ujarnya.

OPH menyatakan dari semua masalah tanah yang ada di Indonesia, Sumut juga termasuk daerah yang rawan terhadap konflik tanah.

Untuk hal ini, pihaknya akan menyelesaikan serta mendorong agar terselesaikannya masalah tanah misalnya di Kabupaten Labuhan Batu Selatan dimana salah satu perkebunan swasta di Labusel pernah bersengketa dengan warga.

“Kita sudah mempertemukan dan membuat kesepakatan antara perkebunan swasta dan juga masyarakat yang memiliki tanah seluas 700 hektar,” ceritanya.

Ditambahkan OPH mafia tanah pasti melibatkan banyak unsur (multi stakeholder), tidak mungkin hanya sendiri atau dua pihak saja.

“Itu pasti melibatkan banyak orang, tetapi tentunya orang itu bukan institusi, orang itu adalah oknum-oknum tetapi dari institusi, oknum dari institusi tertentu yang berwenang untuk menindak atau menyelesaikan, karena mereka ada di dalam, otomatis mereka ada konflik kepentingan, maka terjadilah mafia,” ujarnya.

Ongku mengatakan jika tidak ada mafia, maka persoalan tanah sengketa akan sangat mudah diselesaikan, tidak mungkin masyarakat yang telah memiliki sertifikat hak milik bisa dibatalkan begitu saja oleh perusahaan yang bersengketa.

“Sertifikat hak milik itu dikeluarkan oleh negara, dalam hal ini adalah Menteri Pertanahan pada saat itu, kalau korporasi tersebut punya IUPHHK-HTI harusnya BPN tidak bisa mengeluarkan sertifikat, tetapi sekarang BPN sudah mengeluarkan sertifikat sedangkan itu sudah disebut lahan HTI, hal tersebut yang harus dicek yang mana yang lebih dulu terbit,” ujar Ongku.

Menurutnya jika surat sudah dikeluarkan oleh institusi negara kemudian dibatalkan oleh institusi negara lainnya, maka terjadi ‘mafia’ disini, sehingga bisa memenangkan pengadilan dari pengadilan tingkat 1 sampai dengan PK. Sehingga ia mempertanyakan siapa pihak yang ada di belakangnya sehingga dia bisa menang terus padahal lawannya sudah punya sertifikat.

“Seperti yang sudah saya sampaikan sebelum-sebelumnya, saya sampaikan kembali, saya sebagai wakil rakyat harus sesuai tugas dan fungsinya termasuk didalamnya memperjuangkan persoalan lahan dam mafia tanah. Saya ingatkan tanggal 14 Februari nanti agar masyarakat benar-benar menggunakan hak pilih secara benar dan cerdas. Untuk itu agar semua kembali bisa semakin maksimal diperjuangkan pilih Ongku P Hasibuan caleg DPR RI Dari Partai Demokrat Nomor Urut 2 pada tanggal 14 Februari nanti agar kami bisa kembali dipercaya menjadi wakil rakyat di DPR RI. Bagi saya dan Partai Demokrat, terbaik bagi Rakyat, terbaik bagi Demokrat, Harapan Rakyat adalah Perjuangan Demokrat,” kata OPH seraya menegaskan apabila kembali terpilih, maka semua aspirasi masyarakat akan diperjuangkan di DPR termasuk masalah pertanahan dan mafia tanah di Dapil Sumut II. (***)