PADANG LAWAS, hariantabagsel.com– Warga Desa Hutaraja Lama, Kecamatan Sosa, Kabupaten Padang Lawas (Palas) melakukan aksi menduduki 448 hektar lahan sawit di afdeling 9 PTPN IV, Selasa (21/10). Aksi ini seiring giat konstatering pihak Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang dilaksanakan Pengadilan Negeri Sibuhuan.

Aksi tersebut hampir bentrok. Warga menolak pencocokan objek sengketa di lapangan itu. Pihak pengadilan negeri sibuhuan yang dikawal personil Polres Padang Lawas, Sat Brimob dan TNI tetap ngotot membacakan berita acara konstatering tersebut.

Warga menilai Akte nomor 27 tentang perjanjian antara masyarakat dengan PTPN, yang disampaikan kuasa hukum masyarakat Hutaraja Lamo, Syamsir Alam Nasution, SH, MH tidak diindahkan perusahaan negara tersebut. Belum lagi lahan yang dipersoalkan masih dalam berperkara.

Pihak warga sendiri masih mengajukan peninjauan kembali II dalam perkara ini. Dan sudah dimohonkan Nomor: 2/PDT.PK/2025/PN Psp tanggal 15 Juli 2025. Pemohon Peninjauan Kembali Kedua (PK II), menyatakan permohonan pemeriksaan tingkat Peninjauan Kembali Kedua (PK II) atas Putusan Peninjauan Kembali Pertama (PK 1) Mahkamah Agung RI tanggal 3 Oktober 2024 Nomor 859 PK/Pdt/2022 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 02 Desember 2019, Nomor 3267 K/Pdt/2019, jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 09 Agustus 2018, Nomor 162/PDT/2018/PT MDN jo. Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 27 Oktober 2017 Nomor 76/Pdt.G/2016/PN Psp, dengan alasan Kekhilafan Hakim, Terjadi kekeliruan nyata atas Putusan Peninjauan Kembali sebelumnya.

Foto: Warga Hutaraja Lama, Kecamatan Sosa melakukan aksi penolakan konstatering 448 hektar lahan di Afdeling 9 PTPN. (Ist)

Dalam perkara antara warga dibawah koperasi sinar fajar dengan PTPN IV sebenarnya sudah berlangsung lama. Dan sudah sampai ke tingkat Mahkamah Agung.

Ditingkat pengadilan negeri padangsidimpuan warga menang. Begitu juga ditingkat pengadilan tinggi. Ditingkat mahkamah agung, PTPN menang, dan berujung pada konstatering lahan. Sehingga warga gerah, dan menduduki lahan.

“Masyarakat memiliki alas hak, yang diperkuat dengan surat keputusan bupati, akta notaris 27, surat perjanjian kerjasama antara masyarakat dengan PTPN. Sekalipun PTPN mengklaim memiliki HGU, dasarnya kan akta 27 itu. Jika tetap memaksa melakukan konstatering berarti dibatalkan akta 27 itu,” kata Syamsir Alam Nasution SH, MH, kuasa hukum warga yang berafiliasi ke Koperasi Sinar Fajar. 

Disitu warga menyatakan akan tetap bertahan dan menduduki lahan. Dimana persoalan ini menyangkut hak warga, dan kewajiban perusahaan yang dikhianati.

“Apapun akan kami hadapi, karena ini persoalan hak,” ujar Syarif, dan warga lainnya. (Parningotan Aritonang-HT)