MEDAN, hariantabagsel.com– Setelah melalui serangkaian proses penyidikan, Kejari Padangsidimpuan resmi melimpahkan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 18% Tahun Anggaran 2023 ke Pengadilan Tipikor Medan pada Senin, 30 Juli 2025.

Perkara ini melibatkan sejumlah Kepala Desa se-Kota Padangsidimpuan serta dua tokoh utama, yakni Terdakwa Ismail Fahmi Siregar, mantan Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Padangsidimpuan dan terpidana Akhiruddin Nasution, Honorer Dinas PMD Kota Padangsidimpuan.

Kajari Padangsidimpuan, Dr. Lambok M.J Sidabutar S.H., M.H menjelaskan bahwa Terdakwa Ismail Fahmi Siregar didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) KUH Pidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana serta Pasal 12 huruf e jo pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Jo Pasal 55 Ayat (1) KUH Pidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang termuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Kajari Padangsidimpuan juga menjelaskan modus operandi yang dilakukan terdakwa Ismail Fahmi Siregar bersama dengan terpidana Akhiruddin Nasution adalah dengan menggunakan Peraturan Wali Kota Padangsidimpuan Nomor 11 Tahun 2023 tertanggal 3 Mei 2023 yang dirubah dengan Peraturan Walikota Padangsidimpuan Nomor 22 Tahun 2023 tanggal 4 Agustus 2023.

Dengan dalih peraturan tersebut, mereka melakukan pemotongan sebesar 18% dari setiap pencairan ADD yang diterima oleh masing-masing Kepala Desa, tanpa disertai bukti pertanggungjawaban yang sah.

Pemotongan ini dilakukan dalam dua tahap, yakni ADD Tahap I sebesar Rp348.186.641 dan ADD Tahap II sebesar Rp581.099.433 yang merugikan keuangan Negara Cq Pemerintah Kota Padangsidimpuan sebesar Rp.5.794.500.0000.

Terdakwa Ismail Fahmi Siregar sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sebelum akhirnya menyerahkan diri kepada penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumatera Utara pada awal Februari 2025. Ia kemudian langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I A Medan sejak 3 Februari 2025 hingga saat ini.

“Kemudian pada 23 Juni 2025 yang lalu, Terdakwa telah menitipkan uang kerugian keuangan Negara sebesar Rp.3.500.000.000 kepada Kejati Sumatera Utara. Namun, uang yang dititipkan tersebut belum sepenuhnya menutup kerugian keuangan Negara yang berjumlah sebesar Rp.5.794.500.0000. Oleh karena itu, Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Padangsidimpuan akan menggali fakta-fakta di persidangan kemana aliran uang tersebut diberikan oleh Terdakwa Ismail Fahmi Siregar. Tidak tertutup kemungkinan juga berdasarkan fakta persidangan akan muncul pihak-pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas terjadinya tidak pidana korupsi dalam kasus ini,” ucapnya.

Kajari Padangsidimpuan menegaskan komitmennya untuk mengawal jalannya proses hukum hingga tuntas, demi memastikan akuntabilitas dan penegakan hukum yang berkeadilan dan meminta masyarakat untuk mengawasi jalannya persidangan agar putusan pengadilan yang dikeluarkan akan menceriminkan rasa keadilan masyarakat.

Mantan Wali Kota Padangsidimpuan, Belum Hadiri Panggilan

Sementara itu, nama Irsan Efendi Nasution, mantan Wali Kota Padangsidimpuan, turut disorot publik dalam kasus ini. Ia disebut sebagai saksi dan telah dua kali dipanggil oleh penyidik Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan melalui surat resmi, termasuk surat dengan Nomor: B/229/I.2.15/Fd/07/2024 tertanggal 19 Juli 2024.

Namun hingga kini, Irsan belum memenuhi panggilan tersebut. Hal ini menuai perhatian dari berbagai kalangan masyarakat yang menuntut agar Kejaksaan bersikap tegas dan transparan.

“Sudah saatnya Kejatisu membuka secara jelas siapa saja yang terlibat dalam skandal ini. Jangan sampai ada pihak yang seolah dilindungi. Masyarakat ingin keadilan,” ujar UF Hasibuan, pemerhati kebijakan di Padangsidimpuan.

Kasi Penkum Kejati Sumut, Andre W Ginting, SH, MH ketika ditanyakan apakah Kejatisu akan memanggil mantan Wali Kota, Irsan Efendi Nasution dalam kasus pemotongan ADD ini mengatakan akan mengkonfirmasinya ke bidang terkait.

“Baik bang. Akan kita konfirmasi ke bidang terkait,” ucapnya melalui Whatsapp.

Selain itu banyak kejanggalan terkait proses penanganan hukum terhadap pegawai tenaga honorer Akhiruddin Nasution atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% tahun anggaran 2023 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Padangsidimpuan menuai sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari Mahasiswa, Pegiat Hukum, Alim Ulama dan Tokoh Pemuda.

Alhasil, masyarakat menganggap bahwa penanganan kasus honorer Akhiruddin Nasution ini tidak adil dan cenderung memihak kepada kalangan tertentu atau hukum, “Tumpul ke atas Tajam ke bawah”.

Tidak itu saja, masyarakat juga menilai tenaga honorer Akhiruddin Nasution dijadikan tumbal untuk alat politik pada kontestasi Pilkada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan yang berlangsung ditahun 2024 kemarin.

Hal ini sesuai dengan yang disampaikan pegiat Hukum di Tabagsel yang mengatakan, tenaga honorer Dinas PMD Kota Padangsidimpuan Akhiruddin Nasution dijadikan tumbal atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% tahun anggaran 2023.

“Sesuai dengan analisa saya, Akhiruddin Nasution selaku tenaga honorer di Dinas PMD Kota Padangsidimpuan dijadikan tumbal atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% tahun anggaran 2023,” papar pengacara senior di Tabagsel, H. Ridwan Rangkuti, SH, MH.

Menurutnya, tindak pidana korupsi terjadi karena jabatan dan kewenangan yang melekat pada jabatan tersebut. Tindak pidana korupsi selalu terjadi karena jabatan dan dilakukan oleh satu orang atau lebih.

“Nah, kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% ini, apa sih jabatan dan kewenangan Akhiruddin Nasution di Dinas PMD. Tenaga honorer kan,” ucap Dewan penasehat DPC PERADI Tabagsel ini.

Dalam penjelasannya, Ridwan Rangkuti menduga ada beberapa oknum pejabat Pemko Padangsidimpuan yang terlibat dan menikmati uang hasil kutipan kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/ 20% ini.

Dan ada apa pula dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang diterbitkan pada tanggal 3 Mei 2023 dan Perwal perubahan pada tanggal 04 Agustus 2023 yang menurutnya sebagai babak awal dimulainya perkara tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% yang membuat negara dirugikan sebanyak 5,7 Milyar.

“Saya menilai menurut hukum penetapan Akhiruddin Nasution sebagai tersangka, terdakwa dan kemudian diputus oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan bersalah adalah sangat janggal. Karena sebagai pegawai honorer Akhiruddin Nasution tidak memiliki jabatan dan kewenangan apapun dalam proses pengalokasian dana ADD dan pemotongannya,” sebut Ridwan Rangkuti dengan tegas. (Sabar Sitompul)