PADANGSIDIMPUAN, HARIAN TABAGSEL.com– Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Padangsidimpuan menghentikan kasus tuduhan dugaan Pungutan Liar (Pungli) terkait Surat Pengajuan Rencana Penempatan (SPRP) yang dimintai biaya antara Rp30 juta sampai 50 juta karena tidak ada bukti pungli yang dialami oleh 49 orang guru yang lulus P3K di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan.

Penghentian kasus ini disampaikan oleh Kasi Intel Yunius Zega, SH MH, Rabu (12/7) dalam sesi konfresi pers di depan kantor Kejaksaan Negeri Psp yang dihadiri belasan wartawan media cetak dan online.

Pemerhati Kota Padangsidmpuan, Baun Aritonang mengatakan awal kasus ini viral dan sampai ditangani Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan adalah setelah adanya pengaduan sekitar 30-an guru honor kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut yang melaporkan mereka dimintai uang oleh pihak Dinas Pendidikan.

Namun dalam perjalanan pemeriksaan selama beberapa minggu ini dari analisanya kasus ini di hentikan oleh Kejaksaan Neger Padangsidimpuan adalah karena tidak jadinya pungli yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan kepada 49 guru tersebut

“Tidak adanya bukti adanya pungli kepada 49 “hanya” guru yang mengadu ke Ombudsman, sekali lagi “hanya” guru yang mengadu ke Ombudsman karena tidak jadi dipungli, maka kasusnya dihentikan oleh Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan. Menurut analisa kita begitu,” ujarnya.

Baun Aritonang juga sangat mengapresiasi kinerja Kejari Psp yang sudah menangangi kasus ini.

“Kita apresiasi atas kinerja Kejaksaan sudah menangani kasus yang viral ini yang sudah memanggil dan memintai keterangan kepada para “hanya” guru yang mengadu ke Ombudsman dimintai uang namun tidak jadi,” katanya.

Dikatakannya sebenarnya semuanya bisa disederhanakan, hanya saja dari awal sudah ada dugaan ketidakberesan pada saat pemeriksaaan yakni dugaan intervensi yang dilakukan kepada para “hanya” guru yang mengadu ke Ombudsman ini yakni selebaran surat dan screenshoot WA yang beredar dan terkesan memaksakan para “hanya” guru ini untuk satu bahasa saat memberikan keterangan kepada pihak Kejaksaan.

“Sebenarnya dari awal laporan ke Ombudsman juga sudah ada kekurangan dan kelemahan. Diantaranya nama para guru tidak ada di sebut (kita duga ketakutan tidak diluluskan jadi guru P3K) kemudian dalam laporan para guru ini juga tidak dicatatkan nama-nama oknum yang diduga memita uang kepada mereka. Jadi ya wajar saja jika kasus ini stop karena bukti pendukung tidak lengkap. Manusiawi lah ya jika para guru juga bermain aman demi keuntungan mereka, karena dari awal mereka mengadu kan demi keuntungan mereka yang di viralkan Ombudsman Sumut melalui media massa,” sebutnya.

Dirinya juga masih bertanya-tanya dan belum menemukan jawaban mengenai keanehan yaitu kenapa hanya 30-an orang yang mengadu sedangkan 81 orang lagi tidak mengadu ke Ombudsman. Karena tidak mendapatkan informasi yang akurat dirinya tidak berani berandai-andai.

“Apa iya yang mau dipungli cuma yang 49 saja sedangkan yag 81 tidak?, aneh kan? Kalau saya ditanya soal yang ini saya jawab, Ya ndak tau kok tanya saya. Ndak bahaya tah Tanya soal itu,” ujarnya terkekeh.

Hanya saja dirinya mengajak semua pihak belajar dari kasus ini untuk mengedepankan kejujuran, karena apa yang di awali denga ketidakjujuran akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Saya juga ingatkan kepada kita semua khususnya saya sendiri, bantulah yang mau dibantu jangan membantu yang tidak mau dibantu tapi kepingin di bantu, jangan berlagak jadi pahlawan yang memalukan. Mari kita ajarkan kepada generasi penerus kita “kejujuran” dimulai dari rumah, lingkungan dan “sekolah” serta masyarakat,” ajaknya.

Sebelumnya diberitakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Padangsidimpuan memanggil sebanyak 49 orang guru yang lulus P3K di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan.

Pada surat pemanggilan tersebut dengan perihal Undangan Wawancara tertanggal 20 Juni 2023 yang di tanda tangani Plt. Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan Yunius Zega, SH MH.

Guru yang diundang tersebut adalah sebahagian dari mereka yang beberapa waktu lalu telah mengadu ke Ombudsman RI Sumut perihal Pungutan Liar (Pungli) terkait Surat Pengajuan Rencana Penempatan (SPRP) yang dimintai biaya antara Rp30 juta sampai 50 juta.

Ke 49 guru P3K tersebut diminta hadir sesuai surat yakni pada Kamis (22 Juni 2023) ke Kantor Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan untuk bertemu dengan Yunius Zega, SH MH Kasi Intel Kejari Padangsidimpuan. Mereka di dipanggil tidak serentak, namun dipanggil dengan jam yang berbeda.

Pada surat Kejari tersebut, para guru honorer P3K itu di undang untuk diwawancarai perihal dugaan penyalahgunaan kewenangan dan jabatan serta adanya pungutan sejumlah uang terkait penerbitan Surat Pengajuan Rencana Penempatan (SPRP) terhadap 49 guru honorer yang lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan.

Kepada guru guru tersebut diminta membawa Tanda Lulus Passing Grade Tahun 2021 dan DAPODIK Guru Honorer Tahun 2022.

Dari sekian banyak guru – guru yang sudah diwawancarai pihak kejaksaan, tak satupun yang berkenan di wawancarai atau memberi keterangan kepada awak media ini, terkait apa pertanyaan pihak kejaksaan.

Pada pukul 14.00 Wib, beberapa orang guru lainnya masuk ke kantor Kejari Padangsidimpuan, sementara beberapa guru lainnya terlihat menunggu di seputar lapangan Garuda depan kantor Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. Dari perbincangan guru – guru tersebut, diketahui bahwa sebelumnya ada pihak yang mengarahkan mereka supaya tidak berkomentar ke pihak wartawan.

Dari puluhan guru yang sudah selesai diwawancarai pihak kejaksaan, ada dua orang guru yang berkenan menjawab pertanyaan awak media ini, namun meminta identitasnya tidak disebut.

Pertanyaan yang diajukan oleh pihak kejaksaan kepada mereka (guru,red), terkait apakah ada pihak atau oknum yang meminta uang dengan dalih Surat Pengajuan Rencana Penempatan (SPRP), apakah dirinya sudah menyerahkan sejumlah uang ke oknum di Dinas Pendidikan, serta apa yang diketahuinya tentang pengutipan terhadap peserta yang lain di luar yang 49 orang ini.

Keduanya mengatakan bahwa mereka menceritakan apa yang mereka rasakan dan yang mereka ketahui, tanpa menjelaskan secara detail ke wartawan.

Dua hari sebelum ke 49 guru ini diundang Kejari Padangsidimpuan, mereka telah menerima perintah melalui Whatsapp yang diteruskan oleh guru berinisial M, selaku salah seorang Koordinator Guru peserta P3K yang berisi: Assalamualaikum Bapak Ibu, mengingat banyaknya isu2 yg beredar, untuk itu diharapkan kepada kawan2 agar sudi kiranya membuat surat pernyataan yg berisi saya tidak pernah memberikan barang/materi untuk kelancaran pemberkasan sampai menerima SK, ditulis tangan pake materai, kemudian dikumpulkan hari ini kepada Sdr. UD. Paling lambat jam 11.30. Terima Kasih.

Dari permintaan yang tertera di whatsapp tersebut, terlihat bahwa ada pihak yang mengintervensi guru P3K tersebut supaya tidak mengakui adanya pungli yang dilakukan terhadap 130 orang guru P3K yang sudah lulus tahun 2023.

Sebelumnya juga, beredar surat “arahan/intimidasi” agar jawaban sama didepan Penyidik Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Jum’at (23/06/2023).

Diketahui, para guru P3K ini tengah dimintai keterangan sejak Kamis (22/06) oleh Kejaksaan terkait kasus dugaan pemerasan Rp. 30-50 Juta/orang yang telah lulus P3K.

Dari surat yang diterima awak media, tertulis bahwa para guru agar jangan menunjukkan surat pernyataan jika tidak diminta Kejaksaan dengan bunyi:

“Berkas yang dibawa nanti kekejaksaan: 1. Tanda lulus, 2. Data dapodik, 3. Surat pernyataan (yang disampaikan pak Maluddin kemaren). Jika tidak diminta surat jangan ditunjukkan,”. Demikian tertulis dalam surat instruksi yang ditujukan kepada para guru.

Selain itu, didalam surat juga terdapat instruksi memberikan jawaban yang sama.

“Jawaban yang ingin disampaikan nanti agar sama (pesan dari wilda), 1. Jika ditanya mengenai surat pernyataan yang berisikan tidak ada pemberian uang. ‘Surat itu dibuat karena inisiatif sendiri karena adanya berita yang memfitnah dinas dan BKD’ isi surat dalam point instruksi. (PAP)