PADANGSIDIMPUAN, HARIAN TABAGSEL.com– Sidang dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Belanja Barang Kepada Masyarakat Pembangunan Ipal Domestik di Kota Padangsidimpuan T.A 2020 dengan Agenda Pembacaan Surat Tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (10/6/2024).

Terdakwa pembangunan Ipal Domestik TA 2020 di Sekolah Islam Terpadu Darul Hasan Kota Padangsidimpuan dituntut 4 hingga 6 tahun penjara. Tidak itu saja, masing – masing terdakwa didenda sebesar Rp50 juta hingga Rp200 juta.

Kejari Padangsidimpuan, Dr Lambok MJ Sidabutar, SH, MH melalui Kasi Intelijen Yunius Zega, SH, MH dalam siaran persnya mengatakan, kepada ketiga terdakwa yang masing-masing dituntut secara terpisah untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp491.873.966.

Dalam sidang pembacaan surat tuntutan yang dipimpin Ketua Majelis Nani Sukmawati, SH, MH, Hakim Anggota Sulhanuddin, SH, MH dan Hakim Anggota Ibnu Kholik, SH, MH dengan Jaksa Penuntut Umum, Khairur Rahman Nasution, SH, MH (Kasi Tindak Pidana Khusus) dan Arga JP Hutagalung, SH, MH (Kasub Bagian Pembinaan Kejari Padangsidimpuan) menyatakan, BS selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut (PPK) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

BS dituntut penjara 6 tahun dikurangi masa tahanan sementara dan membayar denda Rp200.000.000 subsidair selama setahun kurungan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

Kemudian menuntut Terdakwa FP selaku Wakil Direktur I CV Satahi Persada (Penyedia) penjara 5 tahun, dikurangi masa tahanan sementara dan membayar denda sebesar Rp200.000.000, dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

Sedangkan Terdakwa DS, Direktris Utama CV. Sportif Citra Mandiri (Penyedia Jasa Konsultas Pengawas) dituntut penjara 4 tahun dikurangi masa tahanan sementara, dan membayar denda sebesar Rp50.000.000 subsidair selama 6 bulan kurungan tetap ditahan.

Sidang sebelumnya diberitakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi yang menerangkan pencairan dana pada proyek Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) di Kota Padangsidimpuan, diantaranya Fredi Saragih (Pensiunan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan/PPTK), Halimatussakdiah (sebagai bendahara), Eksan (sebagai administrasi), Marsuyetno (Kasubbag Keuangan). Persidangan digelar di ruang sidang Cakra 9 PN Medan sekitar pukul 14.00 Wib.

Ketua Majelis Hakim bertanya kepada saksi Fredi Saragih terkait dirinya ada menerima uang dari proyek IPAL.

Ia menjawab bahwasanya seingatnya, pada saat itu Saksi Teguh (pernah diperiksa pada persidangan sebelumnya sebagai saksi) ada memang diletakkan amplop berisikan uang. Namun, ia tidak ingat jumlahnya sebab sudah 4 tahun yang lalu.

Selain itu, pertanyaan yang sama juga disampaikan kepada Saksi Marsuyetno (Kasubbag Keuangan) terkait dirinya ada menerima uang proyek dana IPAL dari saksi Teguh. Lantas ia menjawab bahwasanya seperak pun ia tidak ada menerima uang.

Lalu, Ketua Majelis Hakim bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, namun Marsuyetno menjawab cukup lama dan akhirnya ia menyatakan pertanyaan Ketua Majelis Hakim tidak bisa dijawab. Terhadap saksi Halimatussakdiah dan Eksan mengaku tidak ada menerima uang.

Lantas Ketua Majelis Hakim kembali mengingatkan kepada saksi agar jujur memberikan keterangan terkait hal tersebut.

Jika tidak jujur nanti berakibat tidak nyenyak tidur di malam hari ataupun tidak tenang menjalankan aktivitas sehari-hari dan Majelis Hakim tetap menelusuri aliran dana tersebut bukan hanya dibebankan kepada terdakwa saja.

Lantas Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwasanya berdasarkan persidangan sebelumnya, Saksi Teguh menyebutkan pihak-pihak yang menerima uang ialah Richardo Sitompul Rp20 juta, Saksi Fredi Saragih (PPTK) 2%, Bendahara Pengeluaran, Kasubbag Pengeluaran H. Marsuyetno, Ela, pak Binsar, termasuk saksiTeguh ada menerima Rp5 Juta. Hal ini merupakan cerita Teguh yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidik JPU.

Ketua Majelis Hakim menegaskan bahwasanya uang tersebut merupakan uang negara, maka harus dipulangkan dan dipertanggungjawabkan walaupun yang digunakan hanya 100 rupiah.

Terhadap pengerjaan proyek ini, Fredi menyatakan bahwasanya telah selesai 100% yang ditandai dengan IPAL sudah berfungsi aliran air sudah mengalir jatuh ke media bendungan.

Kemudian, Marsuyetno menerangkan terkait proses pencarian sudah dilakukan secara 3 tahap. Tahap pertama 30% telah dicairkan pada 16 Mei 2020 sekitar Rp390 juta, tahap kedua 30 April 2020 sekitar Rp390 dan ketiga lunas 03 Juli 2020 sekitar Rp520 Juta. Maka total pengerjaan proyek ini berjumlah sekitat Rp1,3 Miliar.

Selanjutnya Fredi menerangkan, bahwasanya permasalahan dugaan kasus korupsi ini, bermula proyek IPAL mengalami permasalahan yaitu ada alat yang tidak berfungsi dikarenakan banyak tumpukan sampah.

Padahal pihak yang mengelola IPAL tersebut telah berikan pelatihan. Kemudian, dalam proses pengerjaan ini ternyata tidak dilakukan uji kualitas mutu, bahkan Fredi menerima laporan dari pihak pengawas baik harian maupun mingguan.

Pada saat Fredi bersama Situmorang melakukan pengecekan sebelum dipanggil Kejaksaan dengan jarak 2 tahun IPAL masih berfungsi.

Lantas Hakim Anggota Ibnu menjelaskan permasalahan kasus ini ialah terkait dengan volume. Tidak berfungsinya IPAL dikarenakan adanya kekurangan volume.

Oleh karena itu, agar perkara ini terang benderang Majelis Hakim meminta kepada Fredi dan Marsuyetno agar hadir kembali, jika dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dikonfrontir keterangannya lebih jelas. Maka Majelis Hakim menunda persidangan yang akan digelar dalam waktu dekat. (SMS)