PADANGSIDIMPUAN, HARIAN TABAGSEL.com- Banyaknya kejanggalan terkait proses penanganan hukum terhadap pegawai tenaga honorer Akhiruddin Nasution atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% tahun anggaran 2023 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ( PMD ) Kota Padangsidimpuan menuai sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari Mahasiswa, Pegiat Hukum, Alim Ulama dan Tokoh Pemuda.
Alhasil, masyarakat menganggap bahwa penanganan kasus honorer Akhiruddin Nasution ini tidak adil dan cenderung memihak kepada kalangan tertentu atau hukum, “Tumpul ke atas Tajam ke bawah.”
Tidak itu saja, masyarakat juga menilai tenaga honorer Akhiruddin Nasution dijadikan tumbal untuk alat politik pada kontestasi Pilkada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan yang berlangsung ditahun 2024 kemarin.
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan pegiat Hukum di Tabagsel yang mengatakan, tenaga honorer Dinas PMD Kota Padangsidimpuan Akhiruddin Nasution dijadikan tumbal atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% tahun anggaran 2023.
“Sesuai dengan analisa saya, Akhiruddin Nasution selaku tenaga honorer di Dinas PMD Kota Padangsidimpuan dijadikan tumbal atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% tahun anggaran 2023,” Papar pengacara senior di Tabagsel, H. Ridwan Rangkuti, SH, MH.
Menurutnya, tindak pidana korupsi terjadi karena jabatan dan kewenangan yang melekat pada jabatan tersebut. Tindak pidana korupsi selalu terjadi karena jabatan dan dilakukan oleh satu orang atau lebih.
“Nah, kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% ini, apa sih jabatan dan kewenangan Akhiruddin Nasution di Dinas PMD. Tenaga honorer kan,” ucap Dewan penasehat DPC PERADI Tabagsel ini.
Dalam penjelasannya, Ridwan Rangkuti menduga ada beberapa oknum pejabat Pemko Padangsidimpuan yang terlibat dan menikmati uang hasil kutipan kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/ 20% ini.
Dan ada apa pula dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang diterbitkan pada tanggal 3 Mei 2023 dan Perwal perubahan pada tanggal 04 Agustus 2023 yang menurutnya sebagai babak awal dimulainya perkara tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% yang membuat negara dirugikan sebanyak 5,7 Milyar.
“Saya menilai menurut hukum penetapan Akhiruddin Nasution sebagai tersangka, terdakwa dan kemudian diputus oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan bersalah adalah sangat janggal. Karena sebagai pegawai honorer Akhiruddin Nasution tidak memiliki jabatan dan kewenangan apapun dalam proses pengalokasian dana ADD dan pemotongannya,” sebut Ridwan Rangkuti dengan tegas.
Sementara Agus Pakpahan menilai hukuman yang dijatuhkan kepada Akhiruddin Nasution ini tidak tepat ataupun tidak mendasar, karena status Akhiruddin Nasution atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% ini hanya sebagai honorer yang diperintahkan oleh pimpinannya Ismail Fahmi Siregar (eks Kadis PMD) yang masih berstatus DPO Kejari Padangsidimpuan.
“Lingkaran kasus korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% ini ini kan ranahnya di Desa, dan yang melakukan pemotongan ADD ini juga dilakukan oleh Kepala Desa seluruh Kota Padangsidimpuan (42) Desa dari ADD masing-masing Desa. Nah, posisi Akhiruddin Nasution disini hanya diperintahkan oleh Ismail Fahmi Siregar selaku Kadis PMD saat itu untuk menjemput pemotongan ADD sebanyak 18 s/d 20% yang sudah dilakukan oleh para Kepala desa sebelumnya,” ungkap Agus Pakpahan yang pernah menduduki jabatan Kaban Keuangan dan Kepala Inspektorat di salah satu Pemerintah daerah yang juga putra asli Kota Padangsidimpuan.
Agus Pakpahan juga menilai Kajari Padangsidimpuan Lambok MJ Sidabutar, SH, MH menetapkan pola penegakan hukum yang secara kasat mata melukai rasa keadilan.
“Dimana proses hukum untuk para Kades, dimana Ismail Fahmi Siregar yang sampai saat ini belum ditemukan oleh pijak Kejari Padangsidimpuan dan dimana pejabat lainnya, masa Akhiruddin Nasution selaku tenaga honorer dijadikan tumbal untuk kasus ini Pak Kajari Lambok MJ Sidabutar,” ucap Agus Pakpahan menumpahkan kekesalannya melalui media ini, Rabu (29/1) siang.
Atas kasus ini, dirinya juga mempertanyakan kinerja Kepala Inspektorat Sulaiman Lubis yang diduga ada menutup nutupi atas (udang dibalik peyek) atas kasus tindak pidana korupsi pemotongan ADD sebanyak 18 s/20% ini.
Salah satunya surat pernyataan yang dibuat ataupun dikonsep oleh Inspektorat untuk ditandatangani oleh seluruh Kepala Desa seluruh Kota Padangsidimpuan yang isinya menyatakan bahwa ADD yang dialokasikan dalam APBD/DAU Kota Padangsidimpuan tahun anggaran 2023 benar-benar dipotong sebesar Rp 170.000.000 dan memberikan kepada Akhiruddin Nasution selaku staff serta tenaga honorer di Dinas PMD.
“Yang menurut saya ini ada unsur sengaja untuk memberatkan Akhiruddin Nasution di persidangan nantinya. Tidak mungkin seorang tenaga honorer memiliki kewenangan ataupun jabatan untuk memerintahkan para Kades se-Kota Padangsidimpuan untuk menyerahkan pemotongan ADD yang dilakukan oleh para Kades untuk diserahkan kepada Akhiruddin Nasution tanpa adanya perintah dari pejabat ataupun pimpinan yang memerintahkan para Kades untuk diserahkan kepada Akhiruddin Nasution selaku tenaga honorer di Dinas PMD tersebut,” terang Agus Pakpahan.
Sementara informasi yang kita dapat, bahwa salah satu Kades mengatakan bahwa, surat ataupun konsep yang ditandatangani para Kepala Desa terkait penyerahan pemotongan ADD/DAU tahun 2023 sebanyak Rp 170.000.000 yang diserahkan kepada Akhiruddin Nasution ini dilakukan di kantor Inspektorat atas panggilan staff dari Kantor Inspektorat.
“Terus terang kami tidak tahu surat ataupun konsep ini sebelumnya, karena kami dipanggil oleh staff Inspektorat yang bernama Darwin untuk datang ke kantor Inspektorat untuk menandatangani konsep yang sudah dihadapkan kepada kami untuk ditandatangani dengan materai 10.000. Sebelumnya saya tidak mau menandatangani surat ataupun konsep tersebut, akan tetapi karena semua Kades sudah menandatangani akhirnya saya juga membubuhkan tandatangan,” ujar salah satu Kades yang tidak bersedia namanya dimuat di media kepada media ini, Selasa (28/1) siang di rumahnya.
Oknum Kades tersebut juga menyesalkan hukuman yang diterima oleh Akhiruddin Nasution, karena menurutnya Akhiruddin Nasution itu hanya suruhan untuk mengambil uang potongan ADD yang dialokasikan di APBD/DAU tahun 2023.
“Kasihan Akhiruddin Nasution di vonis 5 tahun penjara, padahal beliau mengambil uang kepada saya di Bank Sumut sebanyak Rp 170.000.000 karena disuruh. Karena sebelumnya saya ditelepon eks Kadis PMD Ismail Fahmi Siregar yang mengatakan kepada saya, nanti uang itu dijemput oleh Akhiruddin Nasution,” ucap Kades tersebut.
Dari pihak keluarga Akhiruddin Nasution menyebutkan, bahwa mereka sangat menyesalkan ketidakadilan atas hukuman yang diterima Akhiruddin Nasution. Selain itu keluarga juga menyesalkan adanya upaya salah satu pimpinan OPD untuk menjadikan saudara kandungnya ini Akhiruddin Nasution sebagai alat politik saat kontestasi Pilkada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padangsidimpuan 2024 kemarin.
“Sesuai informasi yang kami dapatkan, bahwa pimpinan OPD tersebut sangat dekat dengan Wali Kota terpilih periode 2025-2030 ini, dan informasi yang kami dapat beliau mendapatkan sebanyak 2 ribu amplop untuk memenangkan Paslon tersebut dan informasi lainnya menyebutkan bahwa oknum pimpinan OPD tersebut akan menjadi Sekdakot Padangsidimpuan nantinya usai Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih tersebut dilantik,” jelas Rizki Nasution kepada media ini. (REN)