Penulis: RUMAH RESTORASI
Memasuki minggu ke dua, bulan Juli 2024 ini, masyarakat Kota Padangsidimpuan kembali disuguhkan cerita penangkapan oknum PNS Pemko Padangsidimpuan yang diduga “terlibat” praktek tindak pidana korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah.
Dugaan praktek tindak pidana korupsi yang kali ini dilakukan SS mantan bendahara Disperindag & Koperasi pemko Padangsidimpuan adalah untuk kesekian kalinya dalam satu bulan terakhir ini, setelah APH Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan dibawah komando Dr. Lambok Marisi Jakobus Sidabutar, SH, MH bertekad memberangus pelaku korupsi di wilayah hukum yg dipimpinnya.
Rentetan demi rentetan terjadinya tindak pidana korupsi di masa kepemimpinan IRSAN EFENDI NASUTION selaku Walikota Padangsidimpuan periode 2018-2023 jadi perhatian banyak pihak, mengingat saat ini merupakan detik-detik yang cukup krusial karena mendekati tahapan dibukanya pendaftaran cakada Kota Padangsidimpuan 2024.
Sampai sejauh ini, para “TERSANGKA” yang diduga berada di pusaran perbuatan haram tersebut, masih berputar-putar disekitar “ANAK BUAH” atau pegawai rendahan di lingkungan Pemko Padangsidimpuan.
Kondisi ini sebenarnya sulit dimengerti, karena… Bagaimana mungkin “Honor dan Pegawai Rendahan” bisa melakukan korupsi dengan kewenangan begitu besar seakan setingkat pimpinan?.
Sebut saja AN seorang tenaga honorer di Dinas PMD Pemko Padangsidimpuan dan KL Kepala Seksi di BKD. Baik AN maupun KL yang sangkakan pada kasus pemotongan dana desa serta SS mantan bendahara Disperindagkop Kota Padangsidimpuan bukanlah pemegang kuasa anggaran? tapi kenapa mereka bisa berbuat layaknya seperti pimpinan?
Berbagai pertanyaan dan spekulasi menjadi wacana berpikir publik. Apakah mereka itu PELAKU UTAMA! atau hanya sekedar TUMBAL dari perbuatan pimpinan yang memiliki “modal” “berdamai dibawah meja”?
Seterusnya, apakah KL seorang Kasi di kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) bisa mengobok-obok di dinas PMD? Kalau ternyata terindikasi “bisa”, jawabannya pasti berlanjut pasti ada kekuatan besar dibalik kewenangan berlebihan KL.
Siapa itu?…kenapa ketajaman hukum itu belum mampu membongkar, siapa dibalik pemberi kewenangan kepada KL yang mampu melakukan intervensi antar dinas itu?
Seperti AN juga misalnya, tenaga honorer di dinas PMD ini, bagaimana mungkin bisa terlibat perkara Tipikor potongan dana desa? Dan bagaimana pula peran IFS Kadis PMD Kota Padngsidimpuan sampai “menghilang” menghindari panggilan penyidik? Apakah mungkin potongan dana desa yang 18-20 persen itu dilakukan sendiri tanpa diketahui atasan?
Sebab, bagaimanapun tersembunyinya “perbuatan haram” pemotongan dana desa di lingkungan pemko Padangsidimpuan ini, pasti ketahuan juga. Karena masih banyak pihak pihak yg berkepentingan mengawasi penggunaan dana desa agar tidak disalah gunakan. Seperti Camat atau Lembaga lembaga swadaya masyarakat lainnya.
Dan ditengah gencarnya APH Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan mengusut tuntas dan mendudukkan perkara pemotongan dana desa ini, tiba-tiba masyarakat Kota Padangsidimpuan dikejutkan dengan pihak ketiga yang berupaya “MENGHALANG – HALANGI” pihak APH mengusut tuntas kasus pemotongan dana desa ini.
Pekerjaan Rumah besar kembali menghadang APH Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan untuk membuat perkara pemotongan dana desa ini jadi terang benderang dan menyeret “KALAU ADA KEKUATAN BESAR” dibalik kewenangan besar AN tenaga Honorer maupun KL? ke ranah hukum sebagai pelaku utama tindak pidana korupsi pemotongan dana desa sekaligus menjawab tuntas sejumlah pertanyaan yang berkembang ditengah tengah masyarakat Kota Padangsidimpuan. (***)