TAPANULI SELATAN, HARIAN TABAGSEL.com-Perambahan dan alih fungsi kawasan hutan di wilayah Mosa Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan hingga Kecamatan Sipirok dan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) semakin marak dan menjadi-jadi hingga terjadi perambahan.
Kayu-kayu kualitas unggul yang ada di kawasan itu diambil dan diperjualbelikan di Kota Padang Sidempuan dan sekitarnya oleh para perambah maupun oknum yang mengambil kesempatan di kawasan Mosa pasca berakhirnya Izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) PT. Panai Lika Sejahtera (PLS).
Tidak sampai di situ, diduga para oknum ini juga merambah dan mengalihfungsikannya sampai ke kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) hal itu dibuktikan banyaknya Kebun Sawit di lokasi tersebut dengan modus kelompok tani.
Sementara Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah X Padang Sidempuan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Kamalluzzaman Nasution saat ditemui Senin (3/4) tak menampiknya. Ia dan personelnya mengaku kewalahan melakukan penegakan hukum di lapangan.
“Kita kewalahan dalam pengawasan dan penegakan hukum di lapangan,” ujarnya.
Ini dikarenakan KPH Wilayah X Padang Sidempuan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada,
Pada sisi lain terkait adanya aktivitas perambahan, pihak PT. PLS sudah memberitahu ke pihak kepolisian.
“Perusahaan telah melaporkan perambahan liar dan perusakan fasilitas mereka itu ke pihak berwajib di Tapsel dan Sumut, tetapi belum ada tindak lanjutnya. Itu kata pihak PT. PLS ke kita,” jelasnya.
Kenapa bukan UPT KPH Wilayah X Padang Sidempuan yang menindaknya?. Kata Kamal, wilayah pengawasan mereka sangat luas dan jumlah personilnya terbatas. Sementara aksi pembalakan dan pengangkutan kayu itu tidak terjadi setiap saat.
“Jumlah personel kita terbatas dan pengamanan areal itu masih tanggungjawab PT. PLS. Selain pengawasan, kami juga bertugas menyukseskan program Perhutanan Sosial dan lainnya,” kata Kamal.
Intinya, sebut Kepala UPT KPH X, persoalan yang terjadi di eks areal PT. PLS itu harus ditangani secara bersama atau kolaboratif. Mulai dari aparatur desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, pihak kepolisian, TNI sampai dengan masyarakat. Semua harus terlibat.
Sementara secara terpisah Direktur Forester Indonesia Riski Sumanda S.Sos, M.si. Kamis (6/4/) menyebut bahwa program reboisasi di kawasan hutan di Mosa Desa Gunung Baringin dan kawasan hutan lainnya di Kabupaten Tapsel jarang ada tindak lanjut.
“Banyak program reboisasi di kawasan Hutan di Kabupaten Tapsel tapi itu tidak berjalan, justru ada pengalihan fungsi hutan jadi perkebunan sawit. Dari berbagai peraturan, dan nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan,” tegas Riski.
Dalam Permen LHK P.23/2021 lanjutnya bahwa Sawit juga tidak masuk sebagai tanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
Riski mengatakan bahwa praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural di kawasan hutan, telah menimbulkan beragam masalah hukum, ekologi, hidrologi, dan sosial yang harus diselesaikan.
Menurut Riski jika konsep reboisasi tidak berjalan, maka bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor seperti yang pernah terjadi di kecamatan Angkola Selatan beberapa tahun lalu akan terulang lagi.
“Semua harus ada kerja sama. Kalau semisal dari pemerintah yang mencanangkan reboisasi tidak bisa selalu memantau, harus melibatkan pihak lain,” terangnya.
Sumanda menjelaskan,seharusnya penebangan pohon di kawasan hutan itu harus diimbangi dengan reboisasi bukan malah membuka lahan perkebunan sawit.
Untuk itu ia meminta kepada pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk segera menjalankan regulasi UU itu untuk mengungkap dan menghentikan ilegal logging dan Alih fungsi hutan di Kabupaten Tapanuli Selatan.
“Kalau ingin melakukan penegakan hokum harus serius jangan setengah-setengah, sebelum ada bencana besar melanda daerah ini,” pintanya. (SMS)