PADANGSIDIMPUAN, HARIAN TABAGSEL.com– Viralnya praktek Pungutan Liar (Pungli) di Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan, Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar mengajak media untuk berkolaborasi untuk mengungkap maraknya pungli di Kota Padangsidimpuan.

Pernyataan Kepala Ombudsman RI Sumut ini disampaikannya kepada awak media di Sada Warkop cafe Jalan Serma Lian Kosong, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan, Rabu (14/6) malam.

“Saya prihatin dan hati saya merasa di iris dengan keadaan di Kota Padangsidimpuan terkait pungli kepada para guru honorer, karena guru itu merupakan pahlawan tanpa jasa yang harus kita hargai atas pengabdiannya untuk mencerdaskan masyarakat khususnya di Kota Padangsidimpuan ini,” ucap Abyadi Siregar.

Menurutnya, tindakan oleh oknum pelaku pungli terhadap para honorer ini sudah tidak berprikemanusiaan sehingga Ombudsman RI Sumut mengajak media supaya mengungkap kasus praktek pungli yang ada di Kota Padangsidimpuan ini sebagai upaya pencegahan.

Selain itu Kepala Ombudsman RI Sumut ini juga mengingatkan awak media supaya turut menyoroti masalah guru honorer yang sudah lulus seleksi P3K dan sudah menerima SK tetapi Surat Pernyataan Rencana Penempatan (SPRP) belum diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan sampai saat ini, karena menurutnya penerbitan SPRP batas penerbitannya sampai tanggal 16 Juni 2023 ini.

“Saya selaku Kepala Ombudsman RI Sumut meminta peran media supaya mengkonfirmasi terkait SPRP ini kepada Disdik Kota Padangsidempuan dan juga Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia Kota Padangsidempuan. Sampai saat ini sebanyak 220 P3K yang sudah mendapatkan SK tetapi belum mendapatkan SPRP dari Disdik Kota Padangsidempuan, ada apa ini? padahal tinggal dua hari lagi batas penerbitan dari SPRP ini,” sebut Abyadi dengan nada kesal.

Hal ini disampaikannya supaya dari Ombudsman RI Sumut bersama Media melakukan pencegahan terhadap yang namanya ruang atau kesempatan untuk melakukan pungli terhadap para guru honorer yang lulus seleksi P3K dan sudah menerima SK ini.

Ternyata katanya praktek pungli ini tidak hanya terjadi kepada guru yang lulus seleksi P3K ternyata praktek pungli ini juga terjadi kepada guru yang masih berstatus honorer.

“Salah satu guru yang masih berstatus honorer datang kepada kita membicarakan masalah pemotongan gaji yang dilakukan oleh oknum Kepala sekolah (Kepsek) yang artinya honorer mendapatkan gaji sebesar Rp 1.000.000 per bulan tetapi pembayaran gaji guru honorer ini per tiga bulan sekali. Berarti setiap gajian seharusnya guru honorer ini menerima Rp 3.000.000 Rupiah/3 bulan akan tetapi sampai ketangan guru honorer ini hanya Rp 1.000.000,” papar Abyadi kepada wartawan.

Atas laporan dari guru honorer ini membuat dirinya secara pribadi merasa sakit hati karena prilaku ini jelas-jelas sudah tidak berprikemanusiaan. (REN)