MANDAILING NATAL, HARIAN TABAGSEL.com– Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Dr. Ir. Ongku Parmonangan Hasibuan, MM atau akrab disapa OPH pada reses beberapa waktu lalu mengajak Pemerintah Kabupaten Kabupaten Mandailing Natal (Pemkab Madina) menghimbau masyarakat untuk segera melakukan pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanahnya sehingga legalitas kepemilikan tanah memiliki payung hukum yang kuat.

“Saya imbau seluruh masyarakat Mandailing Natal ini agar benar – benar memanfaatkan momentum ini, mumpung gratis, uruslah sertifikat tanahnya, untuk meningkatkan status alas hak tanah sehingga memiliki payung hukum yang kuat,” imbau Bupati Tapanuli Selatan Periode 2005-2010 ini saat menjadi narasumber dalam acara Sosialisasi Program Strategis Nasional bersama Kementerian ATR\BPN Kabupaten Madina.

Peraih penghargaan Satya Lencana Pembangunan serta Penghargaan Upakarti dari Presiden RI ke-6, Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2009 lalu ini juga mengajak seluruh pihak terutama pihak Pemkab Madina agar gencar membantu dan mengajak serta memberikan masyarakat pemahaman agar bersedia melakukan pengurusan sertifikat tanahnya.

Politisi Partai Demokrat yang kembali maju dalam Pileg 2024 ini dengan nomor urut 2 dari Dapil Sumut II mengungkapkan, dana yang dianggarkan pemerintah untuk sosialisasi program Nasional pengurusan sertifikat tanah mencapai triliun rupiah.

“Mari manfaatkan ini, negara membuka ruang mari manfaatkan urus sertifikat, semua harus kerjasama, Pemda, Camat dan Kepala Desa semua harus kerjasama,” ajak Ongku.

Dalam kesempatan tersebut, Ongku juga menepis berbagai anggapan yang mengatakan bila tanah telah disertifikatkan maka jumlah nilai pajak akan makin naik.

Menurutnya itu tidak benar, justru masyarakat sangat diuntungkan dengan program – program pengurusan sertifikat tanah, apalagi di tengah maraknya aksi mafia tanah saat ini yang sangat gencar di Sumatera Utara, khususnya Mandailing Natal.

“Ini justru masyarakat diuntungkan, kita tau sendiri bagaimana sepak terjang mafia tanah sangat mengerikan di Sumatera Utara ini, jadi dengan adanya sertifikat, alas hak dan legalitas tanah warga semakin kuat dan memiliki payung hukum,” jelasnya.

Terkait adanya kekhawatiran masyarakat tanahnya masuk dalam wilayah Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) maupun kawasan hutan lindung, menurutnya hal itu harus diperjelas.

“Makanya ajak seluruh warga di desa itu urus sertifikat, maka BPN akan lakukan pengukuran dan kalaupun ternyata masuk wilayah TNBG maka dapat diajukan melalui Kepala Desa ke Kementerian Kehutanan agar wilayah tersebut dibebaskan atau dikeluarkan dari area Taman Nasional maupun hutan lindung,” jelas Ongku.

Dirinya juga meminta kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui BPN di daerah agar semakin gencar melakukan sosialisasi Program Strategis Nasional (PSN) yakni Pendaftaran Tanah Sistematika Lengkap (PTSL).

Komisi II tempatnya saat ini menjalankan tugasnya sebagai perwakilan rakyat dari Dapil Sumut II di DPR RI merupakan mitra kerja Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Telah kami sepakati bersama bahwa anggaran untuk pensertifikatan tahun 2024 memiliki pagu anggaran 7,2 triliun. Memanfaatkan kesempatan ini untuk segera mendaftarkan tanah atau aset sehingga mendapatkan sertifikat atas kepemilikan tanah atau aset tersebut. Saya berharap kepada masyarakat agar menyambut baik kegiatan dari BPN ini agar dapat memiliki legalitas dan dilindungi oleh hukum,” jelas OPH.

Itulah diantara sebagian perjuangan yang dilakukan OPH dimana sekembalinya dari reses di Dapil Sumut II sebagai kapasitasnya menjadi perwakilan rakyat dari Sumut II di DPR RI dirinya terus bersuara dalam memperjuangkan persoalan lahan dan mafia tanah yang terjadi dan penggunaan HGU yang tidak sesuai ketentuan.

“Sekembali dari reses, kami menemukan di daerah kami banyak sekali persoalan-persoalan mafia tanah dan HGU yang berlebih-lebih dan ini menjadi topik utama yang dikemukakan masyarakat kepada kami. Di mana banyak sekali masyarakat yang tertindas dan diusir dari lahan-lahan mereka,” jelas Ongku.

Diketahui, Dapil Sumatera Utara II meliputi 16 Kabupaten dan 3 Kota yakni Humbang Hasundutan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Mandailing Natal, Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba dan Samosir, Kota Gunungsitoli, Kota Padangsidimpuan dan Kota Sibolga.

Menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat ini permasalahan pertanahan sudah berlangsung bertahun-tahun tahun dan belum ada tindak lanjut yang nyata bagi masyarakat setempat.

“Oleh karena itu, masalah HGU ini atau mafia tanah ini menjadi perhatian khusus DPR RI untuk ditindaklanjuti. Karena bagi kami masyarakat di daerah itu semakin tersudut dengan penguasaan lahan yang berlebihan, bahkan melebihi HGU yang dimiliki oleh para korporasi tersebut,” pintanya.

Foto: Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Dr. Ir. Ongku Parmonangan Hasibuan, MM. (Ist)

Perjuangan OPH ini ternyata disambut baik lembaga DPR R dimana pimpinan DPR RI telah membuat Panitia Kerja (Panja) di Komisi II yakni tentang Sub Panja Mafia Pertanahan.

Ia pun menyatakan atas dasar itulah, Ongku terus terpacu untuk menyelesaikan masalah tanah yang sampai saat ini bukan berkurang, malah bertambah.

“Kita juga sudah membentuk panja agar bisa meminimalisir kasus tanah yang ada,” katanya.

Dikatakannya, pihaknya juga merasa miris, dari seluruh tanah di Indonesia cuma 2 persen yang dimiliki warga jikalau dibuat persentasenya 100 persen.

“Lebihnya itu, dimiliki sama perusahaan raksasa,” ujarnya.

OPH menyatakan dari semua masalah tanah yang ada di Indonesia, Sumut juga termasuk daerah yang rawan terhadap konflik tanah.

Ditambahkan OPH mafia tanah pasti melibatkan banyak unsur (multi stakeholder), tidak mungkin hanya sendiri atau dua pihak saja.

“Itu pasti melibatkan banyak orang, tetapi tentunya orang itu bukan institusi, orang itu adalah oknum-oknum tetapi dari institusi, oknum dari institusi tertentu yang berwenang untuk menindak atau menyelesaikan, karena mereka ada di dalam, otomatis mereka ada konflik kepentingan, maka terjadilah mafia,” ujarnya.

Ongku mengatakan jika tidak ada mafia, maka persoalan tanah sengketa akan sangat mudah diselesaikan, tidak mungkin masyarakat yang telah memiliki sertifikat hak milik bisa dibatalkan begitu saja oleh perusahaan yang bersengketa.

“Sertifikat hak milik itu dikeluarkan oleh negara, dalam hal ini adalah Menteri Pertanahan pada saat itu, kalau korporasi tersebut punya IUPHHK-HTI harusnya BPN tidak bisa mengeluarkan sertifikat, tetapi sekarang BPN sudah mengeluarkan sertifikat sedangkan itu sudah disebut lahan HTI, hal tersebut yang harus dicek yang mana yang lebih dulu terbit,” ujar Ongku.

Menurutnya jika surat sudah dikeluarkan oleh institusi negara kemudian dibatalkan oleh institusi negara lainnya, maka terjadi ‘mafia’ disini, sehingga bisa memenangkan pengadilan dari pengadilan tingkat 1 sampai dengan PK. Sehingga ia mempertanyakan siapa pihak yang ada di belakangnya sehingga dia bisa menang terus padahal lawannya sudah punya sertifikat.

Sementara Kepala kantor ATR/BPN Madina, Anita lisnawati. Ia juga mengajak seluruh masyarakat Madina dapat memanfaatkan momentum ini, mumpung masih ada program pengurusan sertifikat tanah gratis.

“Kami mengajak masyarakat, ayo datang ke BPN Madina urus sertifikat, gratis ini program gratis, kecuali biaya materai, pengukuran. Kami membuka pintu selebar lebarnya,” imbau Anita. (***)