MANDAILING NATAL, HARIAN TABAGSEL.com– Polres Mandailing Natal (Madina), menetapkan MTA (30 tahun) oknum sipir Lapas Klas II B Natal menjadi tersangka atas dugaan kasus penganiayaan terhadap seorang anak di bawah umur beriniasial NV (9 tahun) di Kecamatan Natal pada hari Senin (28/8).
“Penyidik sudah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Berdasarkan alat bukti scientific evidence yang kita peroleh, maka pelaku kita tetapkan sebagi tersangka,” ujar Kepala Urusan Pembinaan Operasional, Satreskrim Polres Madina, Ipda Bagus Seto SH seperti dilansir dari Antara, Senin (31/8).
Tersangka, kata Bagus ditetapkan menjadi tersangka pada hari Rabu (30/8) setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan pelapor.
Dia menjelaskan, dari keterangan terlapor maupun para saksi-saksi dugaan penganiayaan ini berawal dari si terlapor (MTA) merasa kesal karena rumahnya dilempari oleh korban dan teman-temannya.
Lebih lanjut Bagus menyebutkan, pelemparan rumah sipir tersebut sudah beberapa kali terjadi, namun pelaku hanya menegor anak anak tersebut.
“Kebetulan istrinya yang hamil sedang tidur dan terkejut saat suara keras terdengar di atap rumah, secara spontan pelaku berlari keluar dan mendapati korban berada di depan rumah. Pelaku yang sudah emosi langsung menangkap korban dan membawanya ke rumah agar minta maaf kepada istri pelaku,” sambung Bagus Seto.
Atas peristiwa tersebut, orang tua korban keberatan dan melaporkan peristiwa tersebut ke polisi.
Akibat penganiayaan itu, dari hasil visum yang sudah diperoleh petugas telah memperoleh alat bukti salahsatunya surat visum. Berdasarkan alat bukti tersebut si terlapor kemudian tetapkan sebagai tersangka.
“Berdasarkan pemeriksaan saksi dan visum, ada bekas memerah pada leher korban. Dan berdasarkan bukti yang ada akhirnya kita menetapkan MTA sebagai tersangka ” pungkas Bagus Seto.
Berdasarkan alat bukti dan hasil scintific efidence terhadap tersangka dipersangkakan pasal 80 ayat 1 UURI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UURI nomor 23 tahun 2002 dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak Rp 72 juta. (**/ant)